TIMES CIREBON, CIREBON – Awan mendung menyelimuti beberapa daerah di Indonesia. Hujan turun hampir sepanjang hari sehingga luapan air hujan yang deras telah membuat beberapa daerah di Indonesia menjadi banjir. Akibatnya hampir seluruh wilayah tak bebas dari genangan air.
Kawasan pemukiman pun tak bebas dari banjir, baik pemukiman kelas bawah, menengah maupun elite. Masyarakat Indonesia diharapkan selalu waspada dengan adanya banjir susulan yang datang secara tiba-tiba bila turun hujan lagi.
Karena itu, untuk saat ini warga Jawa Barat dituntut selalu bersikap waspada, selalu memantau keluarga dan anak-anak, melainkan jugauntuk mencari tempat yang aman dari banjir dan segera melakukan pengungsian agar tidak bisa selamat dari bahaya banjir.
Persoalan nya secara filosofis adalah apakah manusia dalam melakukan eksploitasi selalu mempertimbangkan nilai-nilai moral? manusia lebih mengedepankan nafsu dan ego untuk selalu menebang hutan, tanpa melihat akibat yang ditimbulkanya, maka tak salah kiranya, bila hampir tiap tahun beberapa daerah di Indonesia mengalami kebanjiran, karena ulah daripada manusia yang sangat eksploitatif pada alam dan tanah.
Arne Naess dalam “Ecology, Community and Lifestyle” (1993) menyatakan bahwa manusia tidak mempunyai hak untuk mereduksi kekayaan dan keanakeragaman ini kecuali untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan yang vital. Manusia harus menggunakan kebutuhan sumber daya alam sesuai dengan kebutuhan dan tidak boleh berlebihan.
Karena itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan manusia Indonesia dalam menjaga lingkungan dalam musim penghujan. Pertama, Konservasi, (perlindungan lingkungan), manusia harus menganggap, bahwa lingkungan adalah suatu proses kerjasama sebagai keseluruhan di mana masyarakat dihubungkan secara internal.
Manusia harus mengakui bahwa tindakan-tindakan dtelah banyak merusak kelangsungan hidup dari lingkungan. Karena itu, Perlindungan lingkungan dapat dilakukan dengan cara memberikan ruang-ruang penghijauan dan melindungi pepohonan sebagai sarana penyerapan air.
Kedua, preservasi (pemeliharaan lingkungan), hal ini terkait dengan pemeliharaan pada hutan dan lingkungan antara prinsip mengenai lingkungan hidup dengan peningkatan kehidupan manusia yakni terbaik juga dengan cara mengontrol populasi.
Usaha pemeliharaan hutan dan lingkungan dari kekayaan alam yang harus dipelihara untuk kebutuhan anak cucu. Memanfaatkan alam bukanlah tujuan ekonomi, akan tetapi juga untuk manfaat lingkungan dan alam semesta agar tetap terjaga ekosistem.
Karena itu, pemeliharaan ini terkait dengan seluruh analisis dampak lingkungan sungai dan tempat saluran air serta segala macam, terkait dengan pengerukan sampah yang ada sungai, agar tidak menimbulkan banjir. Hal itu harus dilakukan sejak dini, sebab apa, pencegahan dan antisipasi banjir sejak saat ini dapat menyelamatkan nyawa manusia.
Ketiga, multiplikasi, ini terkait dengan peledakan penduduk atau populasi yang berlebihan. Pertumbuhan penduduk menjadi semacam pejahat, di mana sebagiannya disebabkan terjadi oleh konsekuensi ekologi dan kerusakan lingkungan.
Lingkungan menjadi gersang, manusia makin miskin dan makin tercemar oleh tangan-tangan manusia yang tidak bermoral, harus disadari oleh manusia bahwa, bumi akhirnya tidak mampu melayani kebutuhan manusia.
Membendung kerusakan lingkungan harus dilakukan secara intensif dan sangat mendesak agar supaya komponen ekosistem tidak melaju sampai situasi minimum, sehingga menjadi faktor pembatas bagi kehidupan populasi manusia.
Robin Attfield, dalam The Ethic of Enviromental” (1983), menjelaskan bahwa manusia harus selalu mengedepankan prinsip untuk saling menghormati pada alam semesta, memelihara lingkungan dengan baik dan tidak boleh merusak, selalu mengagungkan nilai-nilai tanggung jawab dan solidaritas pada alam semesta dan lingkungan sekitar.
Dengan demikian, masyarakat di Indonesia dan sekitarnya yang berlangganan banjir harus menyadari akan pentingnya menjaga lingkungan ini sebagai bentuk kesetiaan dalam proses pemeliharaan alam, karena itu, hutan-hutan dan tanah, minyak bumi dan sawah.
Pohon-pohon itu harus diperhatikan dengan cara mengurangi sikap eksploitatif terhadap sumber daya alam yang berlebihan. Sehingga dengan selalu menggunakan paradigma untuk menghormati nilai-nilai dalam etika lingkungan, maka bencana banjir dapat dihindari sejak dini.
***
*) Oleh : Syahrul Kirom, M,Phil., Dosen UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |