TIMES CIREBON, JAKARTA – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN resmi digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan dihadiri hampir dua lusin pemimpin dunia.
KTT ASEAN di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC) pada 26-28 Oktober 2025 akan membahas sejumlah isu strategis, mulai dari kerja sama ekonomi regional, transisi energi bersih, hingga stabilitas geopolitik di Asia Tenggara.
KTT ASEAN kali ini dihadiri Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Presiden Dewan Eropa António Costa, serta sejumlah pemimpin negara mitra wicara ASEAN seperti Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.
Selain KTT ASEAN, rangkaian pertemuan juga mencakup East Asia Summit yang menghadirkan pemimpin dari Amerika Serikat, Tiongkok, India, Rusia, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Timor Leste Resmi Jadi Anggota ke-11 ASEAN
Salah satu agenda bersejarah dalam KTT kali ini adalah pengesahan Timor Leste sebagai anggota penuh ASEAN. Negara yang merdeka dari Indonesia pada 2002 itu menjadi anggota ke-11 organisasi yang kini mewakili populasi 678 juta jiwa dengan produk domestik bruto gabungan mencapai 3,9 triliun dolar AS.
Myanmar menjadi satu-satunya negara anggota yang tidak hadir. Krisis politik berkepanjangan membuat negara itu juga batal menjadi ketua ASEAN tahun depan—posisi tersebut akan diambil alih oleh Filipina.
Energi Nuklir dan Perdagangan Global Jadi Sorotan
Dalam sesi utama, para pemimpin ASEAN membahas kerja sama energi regional, termasuk potensi pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai sebagai bagian dari rencana integrasi jaringan listrik ASEAN.
Isu perdagangan juga menjadi topik hangat, terutama kebijakan tarif ekspor-impor Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump yang memengaruhi negara-negara Asia Tenggara. Selain itu, pembatasan ekspor mineral tanah jarang oleh Tiongkok menjadi perhatian karena berpengaruh pada rantai pasok industri teknologi global.
Isu Myanmar dan Konflik Global Dibahas
Situasi perang saudara di Myanmar, konflik perbatasan Thailand–Kamboja, serta krisis kemanusiaan di Jalur Gaza turut masuk dalam agenda pembahasan. ASEAN diharapkan dapat menghasilkan sikap bersama untuk mendorong perdamaian dan stabilitas kawasan.
Meski begitu, sejumlah pengamat menilai KTT kali ini kemungkinan besar tidak akan menghasilkan kebijakan konkret. “Pertemuan ini lebih menjadi ajang diplomasi dan foto bersama para pemimpin dunia,” ujar Charles Santiago, anggota ASEAN Parliamentarians for Human Rights, dikutip dari Al Jazeera.
Tantangan dan Batasan ASEAN
Meski menjadi forum penting bagi kerja sama regional, ASEAN kerap dikritik karena tidak memiliki mekanisme penegakan hukum yang mengikat anggotanya. Kondisi ini membuat efektivitas keputusan ASEAN sering bergantung pada komitmen masing-masing negara.
Analis kawasan Marco Foster menyebut hal itu sebagai bagian dari sejarah berdirinya ASEAN pada 1967. “ASEAN lahir dari semangat kemerdekaan, sehingga tidak ada satu negara pun yang mau menyerahkan kedaulatannya pada otoritas supranasional,” ujarnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Fakta-Fakta Penting Seputar KTT Ke-47 ASEAN di Malaysia
| Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |