TIMES CIREBON, CIREBON – Pada era milenial ini yang serba menggunakan alat teknologi, Hand Phone yang canggih disuguhkan dengan isi konten intoleransi kepada anak anak menjadi ancaman bagi generasi bangsa Indonesia. Anak anak dan generasi milenial yang terdoktrin konten radikalisme di dunia digital sungguh memprihatinkan nasib generasi anak bangsa.
Alat-alat teknologi dan televisi bisa saja menyuguhkan sikap-sikap intoleransi kepada anak-anak muda dengan melakukan bom bunuh diri. Sungguh hati ini miris, melihat fakta tersebut. Pertanyaannya secara filosofis adalah salah siapa? Sejauh mana peran orang tua dalam melindungi anak-anaknya dari virus Intoleransi?
Anak anak berpotensi terpapar virus Intoleransi di Sekolah maupun melalui alat teknologi, hal ini disebabkan karena anak anak mudah mengingat dan sangat rsepetif dalam menerima virus Intoleransi dan kondisi anak masih tumbuh dan berkembang. Hal ini lah diperlukan pengawasan dan perlindungan anak anak dari kedua orang tua.
Karena itu, Pendidikan adalah bagi anak sangat diperlukan. Bapak Pendiri Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantoro pun pernah menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk memajukan bertumbuhnya anak sebagai generasi bangsa milenial.
Melalui pendidikan budi pekerti yang berhubungan dengan kekuatan batin dan karakter, pikiran dan tubuh bagi anak-anak muda. Oleh karena itu, bagian-bagian dari karakter dan budi pekerti, pikiran, tidak dapat dipisahkan, karena semua faktor memiliki keterkaitan dalam memajukan kesempurnaan hidup anak-anak.
Pendidikan merupakan hal yang paling utama yang harus diberikan oleh orang tua bagi masa depan anaknya. Sejak anak lahir dunia, ia memiliki banyak potensi dan harapan untuk berhasil di kemudian hari. Pendidikan yang menjadi jembatan penghubung anak dengan masa depannya itu.
Dapat dikatakan, pendidikan merupakan pondasi bagi tumbuh dan berkembangnya seorang anak untuk memperoleh masa depan yang lebih baik. Sebagai buah hati, maka dengan penuh rasa kasih para orang tua rela berkorban demi anaknya tercinta tentang nilai-nilai toleransi beragama.
Pendidikan nilai moderat merupakan penanaman nilai-nilai toleransi yang terbuka untuk melindungi anak anak dari virus intoleransi dan radikal. Berdasarkan KBBI, Moderat adalah menghindarkan perilaku atau pengungkapan ekstrim dan serta berkecenderungan ke arah jalan tengah.
Moderat juga dapat berarti suatu sikap saling menjauhi perilaku, tindakan yang sangat ekstrem dan lebih mengambil jalan tengah, tidak terlalu fanatik pada aspek agama. Sikap moderat dapat menghindari terjadinya ekstremisme, sikap ekstremisme dalam beragama sangat membahayakan bagi nyawa manusia.
Ada beberapa faktor peran orang tua yang harus diperhatikan kepada anak-anaknya, agar kelak nanti anaknya memiliki perilaku yang moderat dengan tujuan menghindari sikap anak anak agar tidak terpapar virus Intoleransi.
Pertama, menanamkan nilai-nilai menghargai pendapat mengenai pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling tolong-menolong antar sesama manusia tanpa memandang suku, ras, agama, dan antar golongan.
Kedua, Membangun kesadaran nilai-nilai moderat yakni selalu mengambil jalan tengah, tidak ke kanan maupun ke ke kiri dalam menerima informasi pengetahuan agama di dalam mbah google atau youtube dari ustad salafi-wabahi yang sangat menyesatkan, yang sangat berbahaya dan berdampak pada bom bunuh diri.
Ketiga, Peran Orang Tua dalam mengontrol pada anaknya harus juga sangat aktif, terutama pada teman-temannya bermainnya kalau bisa anak-anak itu dalam bermain berkumpul dengan anak-anak milenial yang moderat dan tidak radikal, sehingga akan terbentuk jiwa bathin yang berdampak positif bagi karakter anak.
Karena itu, peran orang tua jangan sampai lemah dalam mengontrol segala aktivitas anak-anaknya dan mengawasi setiap lingkungan temen anak anak. Kalau bisa dijauhkan dari anak yang memiliki sikap intoleran.
Dalam pendidikan moderat untuk anak-anak muda, juga perlu dibentuk sebagai karakter yang terkait dengan moral anak-anak yang menekankan perbaikan bathin dan jiwa anak-anak agar menjadi bersih dan tidak kotor oleh ekstremisme dan radikalisme. Moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda, yakni segi batiniah dan segi lahiriah.
Anak yang baik adalah anak yang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Sikap batin itu seringkali juga disebut hati. Anak yang baik mempunyai hati yang baik. Akan tetapi, sikap batin yang baik baru dapat dilihat orang lain setelah terwujud dalam perbuatan lahiriah yang baik pula.
Oleh karena itu, pendidikan moderat yang harus dibangun dalam kerangka membentuk moral dari batiniah anak milenial dengan kasih sayang, selanjutnya pada moral secara lahiriah dari anak-anak usia untuk selalu diterapkan dalam kesehari-harian. Ketika anak-anak milenial memiliki sikap kasih sayang pada yang lain kemungkinan akan memiliki sikap toleran, bukan sebaliknya memiliki sikap intoleran, radikal, tertutup dan fanatik.
Pendidikan Orang tua adalah kunci paling utama dalam membina pendidikan toleransi yang nanti akan melahirkan budi pekerti yang luhur pada anak-anak usia dini. Pendidikan budi pekerti perlu diberikan pada anak milenial, sehingga anak-anak yang bagaikan kertas putih yang sejatinya harus diisi dengan nilai-nilai budi pekerti luhur, mendidik dengan kasih sayang dan memberikan pemahaman dari perilaku yang baik.
Pada dasarnya, dengan membina anak-anak milenial melalui pendidikan moderat, sehingga melahirkan budi pekerti, berarti orang tua telah menanamkan salah satu landasan dasar kelak atau ilmu agama Islam yang berbasis moderat dan sikap toleransi kepada teman yang lainnya. Oleh karena itu, anak-anak akan terbiasa dengan hidup yang sesuai dengan etika dan nilai-nilai moderat.
Sehingga tidak melahirkan generasi anak milineal yang mudah dicekoki dan di doktrin oleh kaum salafi-wahabi sehingga mudah terpapar virus intoleransi yang dapat membahayakan karakter dan watak anak anak sebagai generasi bangsa Indonesia. Ini yang perlu kita waspadai secara bersama oleh orang tua.
***
*) Oleh : Syahrul Kirom, M.Phil, Dosen Filsafat Politik, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |