https://cirebon.times.co.id/
Opini

Cahaya yang Menuntun Duka menjadi Doa

Senin, 15 Desember 2025 - 00:14
Cahaya yang Menuntun Duka menjadi Doa Rijal Mahdi, Dosen UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.

TIMES CIREBON, CIREBON – Kita masih berada dalam rangkaian wejangan Ibnul Qayyim al-Jauziyyah tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya menyikapi musibah. Kali ini, nasihat-nasihat beliau kita sarikan dari kitab Zād al-Ma‘ād, Juz 4 halaman 190–191, sebuah karya agung yang menggabungkan kedalaman ilmu dengan kelembutan jiwa. 

Di dalamnya, Ibnul Qayyim menjelaskan hakikat sabar bukan hanya sebagai konsep moral, tetapi sebagai terapi rohani bagi hati yang diuji. Melalui penjelasan beliau, kita diajak memahami bahwa sabar bukanlah menahan diri tanpa perasaan, melainkan kemampuan mengarahkan perasaan agar berjalan di bawah bimbingan iman.

Sabar, dalam pandangan para ulama besar seperti Ibnul Qayyim, merupakan penawar bagi segala luka yang ditimbulkan oleh musibah. Ia menulis bahwa kegelisahan dan keluh kesah tidak akan mengubah takdir, bahkan justru memperburuk keadaan. Secara psikologis, hal itu benar adanya bahwa manusia yang larut dalam kesedihan tanpa kendali akan menambah penderitaan batinnya sendiri. 

Dalam istilah hari ini, kita bisa menyebut sabar sebagai bentuk self-regulation atau pengendalian diri yang berakar pada keyakinan spiritual. Artinya, seseorang tidak menolak rasa sakit, tetapi mengelola dan memaknainya dengan pandangan yang benar terhadap ketentuan Allah.

Dalam konteks Indonesia terutama musibah Sumatera hari ini, ajaran ini terasa sangat relevan. Banyak orang berusaha melawan penderitaan dengan kemarahan, penolakan, atau keluhan tanpa ujung. Namun, sebagaimana ditegaskan Ibnul Qayyim, sikap seperti itu tidak mengembalikan apa pun yang hilang; ia hanya menambah kegelapan di hati. 

Sebaliknya, sabar membuka ruang bagi cahaya-cahaya yang datang dari keyakinan bahwa Allah tidak menimpakan sesuatu kecuali dengan hikmah. Ketika seseorang menyadari hal ini, maka yang muncul bukan keluh kesah, melainkan penerimaan yang matang, sebuah kedewasaan spiritual yang melahirkan ketenangan sejati.

Selain aspek spiritual, sabar juga memiliki dimensi sosial yang mendalam. Ibnul Qayyim mengingatkan bahwa sikap gelisah dan tidak sabar membuat musuh bergembira dan teman bersedih. Di sini tampak bahwa sabar menjaga kehormatan dan marwah seseorang di tengah masyarakat. 

Saat seseorang diuji, lalu ia tetap tenang dan lapang dada, hal itu menjadi sumber inspirasi dan peneguh bagi orang lain. Ia tidak hanya menyembuhkan dirinya, tetapi juga menenangkan lingkungannya. Di sisi lain, orang yang terseret oleh amarah dan keputusasaan justru menimbulkan kesedihan bagi sahabatnya dan memberi kegembiraan bagi pihak yang membencinya.

Yang lebih dalam lagi, Ibnul Qayyim menegaskan bahwa sikap tidak sabar berarti mencela takdir Tuhan, menyenangkan setan, serta menggugurkan pahala amal. Di sini sabar tampil bukan hanya sebagai moralitas, tetapi sebagai ibadah yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. 

Allah menjanjikan pahala, rahmat, dan hidayah bagi orang-orang yang bersabar. Maka, sabar bukanlah bentuk kelemahan, melainkan kekuatan rohani yang lahir dari iman teguh. Ia adalah energi yang membuat seseorang tetap berdiri tegak di depan badai takdir dengan hati yang ridha.

Di hadapan ujian, manusia diuji bukan hanya seberapa besar ia menderita, tetapi seberapa dalam ia memahami hikmah di balik penderitaan itu. Inilah pesan utama dari Ibnul Qayyim dalam Zād al-Ma‘ād: bahwa sabar memiliki nilai yang melampaui dunia. 

Sabar melatih hati untuk tunduk kepada kehendak Allah tanpa kehilangan semangat hidup. Ia mengajarkan kita untuk tidak menampar pipi, merobek pakaian, atau melontarkan keluh kesah terhadap takdir, melainkan memaknai setiap peristiwa sebagai ladang pahala dan kasih sayang Ilahi.

Maka, sabar adalah mahkota bagi hati orang beriman. Ia menyatukan antara akal, rasa, dan iman dalam harmoni yang menentramkan. Sabar menjadikan manusia kokoh tanpa keras, lembut tanpa lemah, dan tabah tanpa kehilangan kasih. 

Dalam sabar, seorang hamba menemukan ketenangan tertinggi: keyakinan bahwa setiap ujian adalah surat cinta dari Tuhan yang mengajarinya menjadi lebih kuat dan lebih dekat kepada-Nya.

Semoga saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air, khususnya yang tengah diuji di bumi Sumatera, dapat menyikapi setiap musibah dengan ketenangan hati dan cahaya ilmu sebagaimana diajarkan oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, cahaya yang menuntun duka menjadi doa, dan ujian menjadi jalan menuju ridha Allah.

 

***

*) Oleh : Rijal Mahdi, Dosen UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Cirebon just now

Welcome to TIMES Cirebon

TIMES Cirebon is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.